Da Mihi Animas Cetera Tolle

Buah permenungan filsafat, teologi dan psikologi, juga berisi homili harian berdasarkan bacaan harian Liturgi Gereja Katolik

  • Home
  • Renungan
  • Bible
  • Teologi
  • Filsafat
  • Psikologi
  • Don Bosco
  • Spiritualitas Pria Katolik
  • Saint a Day

Archives for February 2014

Homili 25 Februari 2014

25/02/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Selasa, Minggu Biasa VII

Yak 4:1-10

Mzm 55:7-11a.23

Mrk 9:30-37

 

Rendahkanlah dirimu di hadapan Allah

 

Ada seorang Romo yang membagikan pengalaman doanya dalam sebuah rekoleksi para pastor. Ia merasa bahwa setelah bertahun-tahun melayani Tuhan sebagai imam, masih ada satu hal yang selalu menjadi kesulitannya yakni bagaimana berdoa dengan baik di hadirat Tuhan. Secara teoritis ia menyadari bahwa doa adalah mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan. Seluruh hidup, tubuh dan jiwa bersatu dengan Tuhan. Namun demikian ia merasa bahwa kadang-kadang ia masih juga mengeluh kepada Tuhan karena ada doa-doanya yang belum dikabulkan. Ia pernah membuat perhitungan dengan Tuhan dalam pelayanannya. Ia mengatakan bahwa seluruh hidupnya ia berikan kepada Tuhan tetapi Tuhan sepertinya diam saja. Hal ini menyebabkan semangat doanya kadang-kadang turun. Tetapi ia kemudian menyesali kelemahan ini dan kembali bersemangat dalam doa.

Setelah membagi pengalaman relasinya dengan Tuhan dalam doa, banyak Romo yang lain mengamininya karena ternyata itu pengalaman umum di kalangan para romo. Mungkin karena waktu-waktu doa para romo itu sudah teratur, ada dalam brevir, ada jadwal doa komunitas yang teratur dan pelayanan sakramen maka para romo merasa sudah akrab dengan Tuhan dan bisa jadi mudah melupakan doa pribadi. Kadang dalam doa kita merasa begitu dekat dan akrab dengan Tuhan. Kadang merasa begitu jauh dari Tuhan. Usaha membenarkan diri, membuat perhitungan dengan Tuhan juga ada dan dilakukan secara sadar oleh banyak orang. Doa itu seperti nafas kehidupan manusia. Doa itu suatu kebutuhan bukan keterpaksaan. Oleh karena merupakan kebutuhan maka orang beriman harus mewujudkannya di dalam hidupnya.

St. Yakobus dalam kotbahnya mengatakan ada orang yang tidak berdoa atau salah berdoa. Orang yang tidak berdoa tidak akan memperoleh apa-apa. Orang yang salah berdoa adalah orang yang meminta dari Tuhan segala sesuatu yang akan digunakan untuk memuaskan hawa nafsu. Dengan demikian lahirlah juga segala sengketa dan pertengkaran di antara manusia. Kalau menginginkan sesuatu tidak dipenuhi maka orang bisa saja membunuh, iri hati dan berkelahi. Semua tinakan ini mencerminkan orang yang mengakui dirinya beriman tetapi tidak berdoa dan salah berdoa.

Yakobus juga menasihati supaya kita jangan bersahabat dengan dunia. Dunia bagi Yakobus adalah gambaran dosa yang melawan Allah sendiri. Kita sebaiknya bersahabat dengan Tuhan dan tunduk kepadaNya. Hari demi hari kita mendekatkan diri kepada Allah dan dengan demikian Ia akan mendekatkan diriNya juga kepada kita. Satu tujuan yang hendak kita peroleh dalam mendekatkan diri dengan Tuhan adalah kekudusan hidup. Doa yang rendah hati akan mengantar kita untuk melawan dunia (dosa). Doa yang rendah hati akan membawa kita untuk bersatu dengan Tuhan dan mengalami kekudusan Tuhan. Yakobus berkata: “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan dan ia akan meninggikan kalian”.

Kerendahan hati merupakan kebajikan yang luhur. Tuhan Yesus menunjukkannya dalam hidup yang nyata. Ia juga mengajarkan para muridNya untuk memiliki kebajikan ini di hadirat Bapa di Surga. Apa yang Yesus tunjukkan dalam hubungannya dengan kerendahan hati? Bacaan Injil hari ini menggambarkann Yesus yang berkata dengan terus terang tentang penderitaanNya: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia. Tetapi tiga hari setelah dibunuh, Ia akan bangkit” (Mrk 9: 31). Tuhan Yesus merendahkan diri di hadapan Bapa dan manusia dalam misteri paskahNya. Supaya lebih konkret lagi, Yesus bahkan memeluk seorang anak kecil dan mengajar para muridNya untuk menerima anak kecil, model kepolosan dan kerendahan hati. Para murid lebih melihat posisi atau status sosial atau jabatan sebagai segalanya yang sebenarnya bertentangan dengan kerendahan hati. Seorang pejabat adalah palayan bagi semuanya.

Di dalam kehidupan doa, kita perlu memiliki kebajikan kerendahan hati. Kita tidak harus mengatur Allah untuk mengubah rencanaNya karena Dialah yang memiliki rencana bagi kita. Dia tahu apa yang kita butuhkan di dalam hidup kita. Mengikuti Pemazmur kita berdoa: “Serahkanlah bebanmu kepada Tuhan maka ia akan menopang engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkanNya orang benar itu goyah.” (Mzm 55:23).

Doa: Tuhan bantulah kami agar memiliki kerendahan hati di hadiratMu. Amen

PJSDB

Food For Thought: Ayah yang baik

24/02/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Seorang Ayah Yang Baik

P. John SDBFood for thought hari ini  berjudul: “Seorang ayah yang baik”. Sumber inspirasinya adalah dari bacaan Injil pada hari ini (Mrk 9:14-29). Dikisahkan bahwa ada seorang ayah datang kepada Yesus dan meminta Yesus untuk menyembuhkan anaknya. Anaknya itu kerasukan setan sehingga ia menjadi bisu. Setiap kali kalau roh menyerangnya, anaknya itu dibanting ke tanah. Mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubunya kejang. Roh itu juga sering menyeretnya ke dalam api dan air untuk membinasakan. Sebenarnya sang ayah sudah membawanya kepada para murid tetapi para murid juga tidak mampu menyembuhkannya. Ayah itu berani meminta kepada Yesus: “Jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami”. Ayah anak itu percaya bahwa Yesus dapat melakukan yang terbaik bagi anaknya. Benar, Yesus menyembuhkan anak itu karena iman ayahnya.

Ayah anak yang kerasukan roh jahat adalah figur orang beriman dan memiliki komitmen serta tanggungjawab terhadap anak di dalam keluarga. Dia menginspirasikan banyak ayah dan ibu yang kadang lalai memperhatikan anak-anaknya karena alasan bekerja. Kadang bekerja sebagai alasan sekaligus merupakan usaha pembenaran diri dan pelarian. Anak yang sakit, cacat, berkebutuhan khusus tetaplah dia yang harus ditolong orang tua. Ada perilaku yang berbeda dari anak yang diperhatikan orang tua dan yang diperhatikan oleh babysitter. Para ayah dan juga ibu, bagilah waktumu dengan baik untuk anak-anak dan keluargamu. Jadilah dadysitter dan momysitter yang baik!

PJSDB 

Homili 24 Februari 2014

24/02/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Senin, Minggu Biasa VII

Yak 3:13-18;

Mzm 19:8,9,10,15;

Mrk 9:14-29.

 

Membangun Relasi Yang Baik

Fr. JohnDalam Rekoleksi keluarga di sebuah lingkungan, saya meminta para pasutri untuk memberi kesaksian tentang kehidupan di dalam keluarganya setiap hari. Seorang bapa memberi kesaksian ini: “Saya memiliki kesibukan setiap hari sebagai seorang pekerja di perusahan milik orang. Jarak rumah dan tempat kerja sangat jauh. Factor penghalang lain berupa kemacetan ibu kota membuat saya pandai membagi waktu untuk bekerja dan keluarga. Saya berniat agar setiap hari selalu berkomunikasi langsung dengan istri dan anak-anak saya. Saya berusaha dan merasa bahwa ini butuh pengorbanan diri yang besar.” Kesaksian ini memang sangat sederhana  tetapi membuktikan bagaimana seorang suami, seorang ayah berusaha untuk tetap membangun relasi yang baik di dalam keluarga. Komunikasi langsung, sapaan-sapaan kecil kepada istri dan anak secara langsung memiliki power untuk mempersatukan setiap pribadi.

Membangun relasi yang baik membutuhkan pengorbanan diri. Orang harus rendah hati dan pandai membagi waktu untuk berkomunikasi satu sama lain di dalam keluarga. Di dalam komunitas hidup religious juga ada banyak perjuangan untuk membangun relasi yang baik melalui komunikasi dan koreksi persaudaraan. Semua usaha dan pengorbanan diri akan turut mengikat tali persaudaraan satu sama lain.

St. Yakobus dalam bacaan Kitab Suci hari ini mengatakan bahwa hikmat itu lahir dari sikap yang lemah lembut. Ia membedakan dua macam hikmat dalam hidup manusia. Pertama, hikmat duniawi. Hikmat duniawi itu berasal dari nafsu manusia dan setan-setan. Hikmat duniawi ini biasanya ditunjukkan dalam perbuatan-perbuatan jahat, iri hati dan mementingkan diri sendiri. Hikmat duniawi ini tentu tidak berguna dalam membangun relasi antar pribadi. Kedua, Hikmat dari atas atau dari Tuhan. Ciri khas hikmat dari atas adalah murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Buah-buah ini akan menghasilkan kedamaian. Hikmat yang dari atas haruslah ditunjukkan di dalam perbuatan-perbuatan nyata. Himat-hikmat dari atas harus menghasilkan buah rohani bagi banyak orang.

Tentu saja untuk membangun relasi antar pribadi kita tidak dapat membangunnya di atas hikmat duniawi. Sebuah keluarga yang dibangun di atas hikmat duniawi akan menuju kepada kehancuran. Suami dan istri tidak bisa menjadi egois di depan anak-anak. Sebuah komunitas religious penuh dengan anggota yang saling iri hati tidak akan mencapai sebuah persaudaraan sejati yang baik.Hikmat duniawi hanya didukung oleh nafsu manusia dan kuasa setan. Apakah kita harus bertahan dalam hikmat duniawi itu? Tentu saja tidak perlu! Kita adalah anak-anak terang dan kita butuh hikmat dari atas yakni dari Tuhan sendiri. Hikmat dari atas akan mempersatukan setiap pribadi dan mereka bertumbuh dalam kasih dan kedamaian. Mengapa? Karena semua kebajikan itu berasal dari Tuhan sendiri: murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasih, tidak memihak dan tidak munafik. Andaikan saja kebajikan-kebajikan ini dijalankan dengan baik maka relasi antar pribadi juga akan menjadi sempurna. Tuhan turut bekerja untuk memperkuat relasi antar pribadi manusia.

Apa yang harus kita lakukan supaya relasi antar pribadi itu tetap utuh? Sebagaimana dikatakan di atas bahwa hikmat duniawi itu berisi kejahatan-kejahatan tertentu, nafsu-nafsu manusiawi juga kuasa setan-setan. Setan bisa saja bekerja dan memutuskan relasi antar pribadi manusia seperti seorang anak yang kerasukan setan sehingga menjadi bisu dalam bacaan Injil hari ini. Akibatnya ia tidak bisa berkomunikasi dan berelasi dengan sesamanya. Para murid Yesus diminta untuk menyembuhkannya tetapi mereka tidak mampu. Bagi Yesus, ketidakmampuan itu disebabkan karena mereka tidak berdoa. Mereka mungkin masih mengandalkan dirinya sendiri. Doa itu nafas hidup manusia.

Kadang-kadang kita lupa mendoakan keluarga dan komunitas. Kadang kita lalai mendoakan anggota-anggota keluarga dan komunitas. Mungkin kita berpikir bahwa setiap hari orang itu ada bersama kita maka tidak perlu didoakan. Doa itu meneguhkan setiap hati. Doa itu membantu kita semua untuk senantiasa mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan sehingga dapat bebas dari belenggu dan hikmat duniawi. Doa itu membantu kita untuk tidak membisu dalam berelasi. Doa membantu kita untuk dapat membangun relasi dengan berkomunikasi satu sama lain. Kita dapat berelasi dengan Tuhan dan sesama melalui doa tanpa henti. Bagaimana kehidupan doamu?

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk selalu tekun dalam doa dan luputkanlah kami dari hikmat duniawi yang merajalela. Amen

PJSDB

Homili 23 Februari 2014

23/02/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Minggu Biasa VII/A

Im 19:1-2,17-18;

Mzm 103:1-2,3-4,8,10,12-13;

1Kor 3:16-23;

Mat 5:38-48.

Ubi Caritas Deus Ibi Est

Fr. JohnKita memulai hari Minggu Biasa VII/A ini dengan sebuah antiphon pembuka yang bagus: “Tuhan, aku percaya akan kasih setiaMu, hatiku bergembira karena Engkau menyelamatkan daku. Aku bernyanyi bagiMu karena kebaikanMu terhadapku” (Mzm 12:6). Setiap hari Minggu kita semua berkumpul untuk berdoa bersama karena kita percaya bahwa Allah adalah kasih, dan bahwa kasih setiaNya tidak berubah di dalam hidup kita. Dialah yang menunjukkan kasih setiaNya dalam diri Yesus Kristus PuteraNya untuk menyelamatkan kita. Bacaan-bacaan liturgi pada hari Minggu ini akan memfokuskan perhatian kita pada Tuhan Allah sebagai sumber kasih. Ubi Caritas Deus ibi est: “Di mana ada kasih Tuhan hadir”.

Penginjil Matius  melanjutkan kisah tentang Pengajaran Yesus di bukit. Kepada orang-orang yang datang dan disapa Yesus “Berbahagialah”, Ia menjabarkan lebih lanjut pengajaranNya tentang hukum atau perintah lama yang disempurnakanNya yakni hukum cinta kasih. Ada prinsip-prinsip yang ditekankan Yesus dalam pengajaranNya kali ini supaya perintah baru atau perintah kasih ini dapat menjadi nyata. Pertama, Yesus meminta supaya kita tidak saling membalas dendam. Hukum lama mengatakan bahwa mata harus diganti dengan mata dan gigi diganti dengan gigi. Yesus sebaliknya mengatakan janganlah melawan orang yang berbuat jahat, janganlah menaruh dendam dan membalasnya. Kedua, Hukum lama mengatakan “Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu”. Yesus berkata: “Kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Prinsip kedua ini mau mengatakan bahwa kasih itu universal. Orang baik dan jahat dikasihi Tuhan. Tuhan Yesus Kristus justru datang untuk mencari dan menyelamatkan orang berdosa. Bagi Yesus, apabila orang tidak membalas dendam dan mengasihi maka Ia menjadi sempurna, ia menjadi kudus karena Tuhan sendiri kudus adaNya.

Prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Yesus memiliki satu keistimewaan yakni rahmat Tuhan yang terus menerus mengalir bagi manusia. Rahmat Tuhan yang mengubah hati manusia menjadi baru. Kebaruan itu ditunjukkan dengan bagaimana membangun relasi dengan sesama. Kita semua diajak untuk memperlakukan sesama bukan berdasarkan kehendak kita sendiri melainkan berdasarkan kehendak Tuhan. Tuhan mengasihi manusia apa adanya maka kita pun dipanggil untuk melakukan hal yang sama yakni mengasihi seperti Tuhan karena Dialah yang pertama-tama mengasihi kita. Tuhan tidak menghendaki kita membalas dendam karena Ia sendiri tidak membuat perhitungan ketika menebus kita. Tuhan Yesus meminta kita untuk mengasihi musuh-musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya diri kita karena Ia sendiri mengasihi dan mengampuni semua orang berdosa. Dengan cara hidup yang menyerupai Yesus ini maka kita akan menjadi serupa dengan Bapa yang Kudus.

Tuhan di dalam bacaan pertama berfirman melalui Musa supaya mengingatkan umat Israel bahwa di dalam hidup haruslah mereka menjadi sempurna, menjadi kudus seperti Tuhan sendiri. Tuhan  berfirman: “Kuduslah kamu sebab Aku Tuhan Allahmu, kudus” (Im 19:2). Bagaimana umat Israel mewujudkan kekudusan supaya menyerupai Tuhan yang kudus? Pertama, Umat Israel diaharapkan untuk tidak saling membenci satu sama lain karena mereka bersaudara. Kalau toh ada saudara yang bersalah maka mereka perlu saling mengingatkan atau saling menegur dengan berterus terang. Kedua, Umat Israel diharapkan untuk tidak menuntut balas dan menyimpan dendam. Ini memang pengalaman yang sangat manusiawi di mana orang mudah sekali membalas dendam. Tuhan mau membaharui umatNya untuk menjadi kudus. Kedua sikap ini mesti diwujudkan secara nyata dalam kasih. Dalam hal ini mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri.

Apa yang harus kita lakukan saat ini sebagai umat Allah? St. Paulus dalam bacaan kedua menegaskan bahwa jati diri kita sebagai pengikut Kristus adalah bahwa kita adalah Bait Allah yang hidup dan Roh Kudus Allah diam di dalamnya. Melalui sakramen pembaptisan kita menjadi satu dengan Tuhan. Segalanya Tuhan berikan kepada kita menjadi milik kepunyaan. St.Paulus mengatakan: “Semuanya adalah kepunyaanmu, tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah” Ada dua hal yang Paulus tekankan di sini: bahwa jati diri kita adalah sempurna karena kita adalah Bait Allah yang hidup sekaligus menjadi milik Tuhan. Jati diri ini sangat luhur karena menunjukkan bahwa Tuhan sangat mengasihi kita, kita menjadi milikNya dan kita pun dipanggil menjadi kudus.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk menyadari kasih dan kekudusan Tuhan dan kita juga masuk dalam kasih dan kekudusanNya. Kita menjadi satu dengan Dia. Ubi Caritas et amor. Ubi caritas, Deus ibi est. Apakah anda menyadari diri anda masuk dalam kasih Tuhan?

Doa: Tuhan ajarilah kami untuk mampu mengasihi seperti Engkau sendiri mengasihi kami. Amen

PJSDB

Homili 22 Februari 2014

22/02/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Pesta Takhta Suci St. Petrus

1Ptr 5:1-4

Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6

Mat 16:13-19

 

Servus Servorum Dei

 

Fr. JohnPada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta Takhta Suci St. Petrus. Menurut cerita lisan yang beredar di kalangan gereja, St. Petrus yang diberi kuasa oleh Yesus untuk memimpin Gereja dengan mendirikan dua buah tahkta keuskupan. Yang pertama didirikan di Antiokhia, di tengah-tengah kaum Yahudi dan orang  orang kafir pada tahun 35. Disana Petrus memimpin jemaatnya selama tujuh tahun. Setelah dua kali mengunjungi Roma, maka pada tahun 65 ia menetap disana sebagai Uskup pertama. Maksud pesta Tahkta suci Santo Petrus adalah untuk menghormati Petrus sebagai Wakil Kristus dan gembala tertinggi gereja yang mempunyai kuasa rohani atas segenap anggota gereja dan semua gereja setempat. Kuasa Petrus ini yang lazim disebut Primat Petrus – diberikan langsung oleh Yesus sebelum kenaikan Nya ke surga (Yoh 21:15-19).

Kisah panggilan Petrus menjadi murid Yesus hingga terpilih menjadi pemimpin jemaat adalah sesuai rencana dan kehendak Tuhan. Tuhan Yesus sendiri yang mengundang Simon Petrus dan memberi kuasa kepadanya untuk menjadi abdi dan pelayan bagi para rasul dan seluruh Gereja. Mungkin banyak orang bertanya mengapa Petrus yang ditentukan Tuhan untuk menempati Takhta Suci bukan rasul yang lain. Di dalam Injil, Petrus dikisahkan sebagai pribadi yang mudah terombang-ambing. Ia mudah untuk berjanji: “Aku akan menyerahkan diriku kepadaMu” (Yoh 13:37). Dia juga berjuang untuk menjaga Yesus ketika Yesus ditangkap di Getzemani dengan memotong telinga Malkhus seorang abdi imam agung (Yoh 18:10). Tetapi situasinya berubah ketika Yesus sudah ditangkap dan memulai penderitaanNya. Petrus hanya mengikutiNya dari jauh, bahkan menyangkalNya sebanyak tiga kali. Ia tiga kali menyangkal Yesus, nantinya berubah menjadi tiga kali mengakui bahwa ia mengasihi Yesus lebih dari yang lain sehingga dipercayakan untuk menggembalakan domba-domba milik Yesus.

Kita merayakan Pesta Takhta Suci berarti merayakan Martabat kepausan. Takhta biasa disebut cathedra, tempat duduk bagi Uskup untuk melayani, mempersatukan dan mengajar umat Allah di keusukupannya. Itu sebabnya kita mengenal Gereja katedral yakni bangunan Gereja di mana terdapat kursi atau Takhta dari uskup setempat. Uskup sebagai pemersatu dan pelindung seluruh gereja lokal atau keuskupannya. Paus adalah Uskup di Roma. Ketika ia duduk di Takhtanya, ia juga melayani, mengajar dan mempersatukan seluruh Gereja universal. Paus adalah servus servorum Dei (hamba dari para hamba Allah).

Petrus dalam bacaan hari ini mengingatkan para penatua, khususnya pengganti rasul-rasul untuk menggembalakan kawanan domba Allah yang telah dipercayakan kepada mereka, bukan dengan terpaksa tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, bukan untuk mencari keuntungan tetapi dengan pengabdian diri (1Pet 5:2). Pesan Petrus bagi para penatua masih aktual hingga saat ini. Sebuah pesan yang sangat menantang  bagi para gembala. Artinya bahwa dalam menjalankan tugas kegembalaan, para gembala haruslah menjalaninya dengan sukarela sesuai kehendak Allah dan tidak mencari keuntungan, popularitas dan lain sebagainya. Para gembala membawa umat Allah kepada Kristus bukan bagi dirinya sendiri.

Para gembala menurut Petrus, bukanlah orang yang berbuat seolah-olah mau memerintah dengan kuasa penuh, dengan tangan besi, tetapi menjadi teladan bagi kawanan domba. Gembala yang baik bagi kawanan domba selalu mencari domba untuk melayani dan menyelamatkan. Gembala menunjukkan teladan yang baik bagi kawanan domba Allah. Dengan demikian mereka juga akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu dari Tuhan sendiri. Gembala yang baik rela menyerahkan nyawa bagi domba-dombanya. Tuhan Yesus adalah gembala yang baik dan Ia menginspirasikan Gereja untuk menghayati kehidupan yang sama. Para gembala hendaknya seperti Kristus yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani bahkan menyerahkan nyawanya.

Doa: Tuhan Yesus Kristus, bantulah kami agar pada hari ini kami juga memiliki hati sebagai gembala yang baik bagi sesama kami. Amen

PJSDB

« Previous Page
Next Page »

Tentang Saya

Saya seorang hamba Tuhan yang melayaniNya siang dan malam, anggota Serikat Salesian Don Bosco yang bergabung sejak tahun 1989. Kini saya dipanggil Pater John dan melayani di Jakarta

Artikel Terbaru

  • Homili 23 April 2018 23/04/2018
  • Homili Hari Minggu Paskah – IV/B – 2018 22/04/2018
  • Food For Thought: Solo Jesus basta! 21/04/2018
  • Homili 21 April 2018 21/04/2018
  • Food For Thought: Jangan marah-marah… 20/04/2018

Situs Lainnya

  • Salesian Don Bosco
  • Vatican
  • Renungan Audio – Daily Fresh Juice
  • Renungan Pria Katolik

Arsip

  • April 2018 (16)
  • March 2018 (14)
  • February 2018 (8)
  • January 2018 (17)
  • December 2017 (23)
  • November 2017 (31)
  • October 2017 (29)
  • September 2017 (38)
  • August 2017 (28)
  • July 2017 (18)
  • June 2017 (24)
  • May 2017 (33)
  • April 2017 (18)
  • March 2017 (40)
  • February 2017 (23)
  • January 2017 (22)
  • December 2016 (23)
  • November 2016 (31)
  • October 2016 (24)
  • September 2016 (36)
  • August 2016 (36)
  • July 2016 (32)
  • June 2016 (27)
  • May 2016 (42)
  • April 2016 (25)
  • March 2016 (41)
  • February 2016 (45)
  • January 2016 (31)
  • December 2015 (26)
  • November 2015 (24)
  • October 2015 (60)
  • September 2015 (44)
  • August 2015 (49)
  • July 2015 (56)
  • June 2015 (56)
  • May 2015 (57)
  • April 2015 (46)
  • March 2015 (52)
  • February 2015 (51)
  • January 2015 (58)
  • December 2014 (46)
  • November 2014 (43)
  • October 2014 (49)
  • September 2014 (46)
  • August 2014 (42)
  • July 2014 (39)
  • June 2014 (39)
  • May 2014 (38)
  • April 2014 (44)
  • March 2014 (41)
  • February 2014 (46)
  • January 2014 (55)
  • December 2013 (43)
  • November 2013 (42)
  • October 2013 (46)
  • September 2013 (31)
  • August 2013 (33)
  • July 2013 (32)
  • June 2013 (36)
  • May 2013 (33)
  • April 2013 (34)
  • March 2013 (40)
  • February 2013 (33)
  • January 2013 (33)
  • December 2012 (36)
  • November 2012 (33)
  • October 2012 (50)
  • September 2012 (40)
  • August 2012 (41)
  • July 2012 (35)
  • June 2012 (30)
  • May 2012 (33)
  • April 2012 (36)
  • March 2012 (47)
  • February 2012 (42)
  • January 2012 (38)
  • December 2011 (35)
  • November 2011 (31)
  • October 2011 (2)

Bulan

  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • July 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • February 2015
  • January 2015
  • December 2014
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • August 2014
  • July 2014
  • June 2014
  • May 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • September 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • May 2013
  • April 2013
  • March 2013
  • February 2013
  • January 2013
  • December 2012
  • November 2012
  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • April 2012
  • March 2012
  • February 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011
  • October 2011

Copyright © 2018 · Beautiful Pro Theme on Genesis Framework · WordPress · Log in