Da Mihi Animas Cetera Tolle

Buah permenungan filsafat, teologi dan psikologi, juga berisi homili harian berdasarkan bacaan harian Liturgi Gereja Katolik

  • Home
  • Renungan
  • Bible
  • Teologi
  • Filsafat
  • Psikologi
  • Don Bosco
  • Spiritualitas Pria Katolik
  • Saint a Day

Archives for September 2014

Food For Thought: Quality Time

26/09/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Quality Time itu Penting!

P. John SDBSaya mengingat seorang penyanyi rock dari group band Venus asal Amerika bernama Criss Jami. Ia pernah berkata: “A lonely day is God’s way of saying that He wants to spend some quality time with you.” Quality time merupakan waktu yang tepat di mana seseorang memfokuskan perhatian atau mendedikasikan dirinya bagi sesamanya. Quality time biasanya bersama keluarga atau rekan dan mitra bisnis. Istilah ini quality time sendiri dikenal sejak tahun 1970 dan menjadi lebih terkenal lagi pada tahun 1973 di Maryland , Amerika Serikat, dalam sebuah tulisan berjudul “How to be liberated”. Di dalam tulisan ini penulisnya lebih menekankan quality time bukan quantity time dalam membangun relasi kebersamaan.

Pada hari ini saya terkesan dengan dua hal. Pertama, penulis Kitab Pengkotbah (Pkh 3:1-11) mengingatkan kita bahwa setiap peristiwa kehidupan selalu ada waktunya. Semua peristiwa kehidupan itu berjalan teratur sesuai kehendak sang Pencipta dan senantiasa menuju kepadaNya. Maka menurut Pengkotbah: “Untuk segala seuatu ada waktunya.” bahkan semua pengalaman hidup sampai mati itu indah pada waktunya. Tuhan sendiri juga menganugerahkan kekekalan di dalam hati umatNya. Sepanjang hidup kita selalu ada quality time bukan hanya quantity time.

Tuhan Yesus memiliki quality time dengan Bapa di surga. Ia selalu memiliki waktu untuk berdoa kepada Bapa, bahkan semalaman Ia berdoa. Ia juga memiliki quality time dengan para muridNya. Ia bersama dengan mereka dan meneguhkan mereka dengan pengajaran-pengajaranNya.

Banyak kali para orang tua memiliki quantity time tetapi tak berguna apa-apa karena tidak berhasil mengubahnya menjadi quality time. Mereka masih sibuk dengan urusannya. Di restoran, orang tua sibuk dengan gadget sehingga tidak memperhatikan anak saat makan. Adalah kurang mendidik kalau orang tua sambil makan juga menonton TV atau menggunakan HP! Anda hanya punya quantity time tetapi tidak memiliki quality time dengan anakmu. Mari berubah!

PJSDB

Homili 26 September 2014

26/09/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Jumat, Pekan Biasa XXV
Pkh 3:1-11
Mzm 144:1a.2abc.3-4
Luk 9:18-22

Indah pada waktunya!

Fr. JohnSeorang sahabat barusan kehilangan ibunya. Suasana duka meliputi seluruh keluarga. Banyak orang datang ke rumah duka untuk melayat dan menunjukan kasih kepadanya. Ketika sedang menyiapkan perayaan misa requiem masih kedengaran isak tangis di dalam ruangan. Pada saat sebelum homili saya meminta salah seorang anak untuk mewakili keluarga menyampaikan kesan-kesannya tentang ibunda terkasih supaya umat dan pastor lebih mengenalnya. Putra tertua ibu itu mengatakan banyak hal tentang ibunya dan mengakhiri kesannya dengan mengatakan bahwa hidup dan mati ada di dalam tangan Tuhan. Ia membuat segalanya indah pada waktunya. Semua umat yang hadir mengatakan “Amen”.

Kita semua memiliki pengalaman-pengalaman unik di dalam hidup ini. Penulis Kitab Pengkotbah menulis: “Untuk segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal. Ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam….” (Pkh: 3:1-2). Penulis Kitab ini meneruskan “litani” yang mengatakan bahwa semua hal yang dialami oleh manusia selama hidup di dunia ini ada waktunya. Hal penting yang mau ditekankan di sini adalah bahwa setiap pengalaman manusia itu selalu menunjukkann kehadiran Allah. Allah hadir dan mengatur segala sesuatu sesuai dengan kehendakNya. Itulah sebabnya setiap peristiwa hidup itu masing-masing memiliki waktu yang berbeda-beda. Ada misteri dalam setiap peristiwa kehidupan yang kadang membuat manusia bertanya-tanya mengapa bisa terjadi demikian. Mengapa Tuhan membiarkan hal itu terjadi. Sebagai contoh adalah kematian yang pasti dialami oleh setiap orang.

Manusia memang diciptakan oleh Allah menurut citraNya sendiri. Ia juga diberi kuasa untuk menguasai segala ciptaan. Namun manusia tetaplah laksana tanah liat yang rapuh. Manusia masih diberi kesempatan untuk mencari makna hidupnya yang sebenarnya di hadirat Tuhan sesuai dengan waktu-waktu kehidupannya. Waktu-waktu kehidupan manusia itu sudah ditetapkan Tuhan dan adalah tugas manusia untuk menerima dan menjalankan kehendak Tuhan itu.

Untuk segala sesuatu itu ada waktunya. Penulis kitab Pengkotbah berusaha meyakinkan kita semua dengan menulis: “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” (Pkh 3:11-14; 8:16-17). Hal penting yang ditegaskan di sini adalah setiap pengalaman hidup kita memiliki makna sesuai waktunya. Kita tentu tidak harus berhenti pada pengalaman sebagai pengalaman saja tetapi semuanya kembali kepada Tuhan sang Pencipta. Segalanya dilakukanNya indah pada waktunya. Indah saja belum cukup! Tuhan bahkan memberikan kekekalan di dalam hati setiap orang. Kekelan sering dilupakan. Orang hanya mengingat indahnya saja. Maka dua hal penting yang patut kita syukur selalu adalah bahwa Tuhan menjadikan segala pengalaman sesuai waktu kehidupan ini indah dan Ia juga menyempurnakannya dengan kekekalan di dalam bathin manusia.

Di dalam bacaan Injil Tuhan Yesus berdoa seorang diri. Ia selalu menggunakan waktu-waktu khusus untuk berdoa, bersatu hati dengan Bapa di surga. Di samping bersatu dengan Bapa di Surga, Tuhan Yesus juga berdoa supaya para muridNya dapat mengenal dan mengakuiNya. Lihatlah bahwa Yesus selalu memulai sesuatu yang penting dengan berdoa seorang diri. Ia selalu memiliki waktu untuk bersama Bapa di Surga. Kita hendaknya merasa malu karena selalu membenarkan diri bahwa tidak ada waktu untuk berdoa. Kesibukan dan litani alasan lain merupakan cara kita untuk membenarkan diri di hadapan Tuhan dan sesama. Anda bisa membayangkan pada saat tidak sempat ke gereja dan salah seorang sahabat bertanya mengapa anda tidak pergi ke gereja maka ada usaha untuk membenarkan diri. Untuk segala sesuatu ada waktunya maka menggunakan satu atau dua jam dari waktu kehidupan untuk Tuhan dengan ikut aktif dalam kebaktian di Gereja adalah baik adanya.

Tuhan Yesus juga bertanya kepada para muridNya tentang kesan orang-orang di luar mereka dan mereka sendiri tentang diriNya. Ada dua pertanyaan penting dalam perikop kita hari ini: Pertama, “Kata orang banyak siapakan Aku ini? (Luk 9:18). Kedua, “Menurut kalian siapakan Aku ini” (luk 9:20). Pertanyaan pertama membuka pikiran kita untuk melihat orang-orang di sekitar kita: di dalam keluarga, di tempat kerja dan jawaban mereka tentang identitas Yesus. Kita akan mendapat kesan bahwa jawaban mereka yang bukan kristiani atau yang tidak mengenal Yesus Kristus tidak jauh berbeda dengan jawaban orang-orang di dalam Injil.

Pertanyaan kedua sifatnya lebih fundamental. Pertanyaan ini membuka pintu hidup kita, membuka iman kita untuk memberi jawaban yang tepat tentang siapakah Yesus itu bagi diri kita. Petrus mewakili kita dan dengan bantua Allah mengakui bahwa Yesus adalah Kristus dari Allah. Bagi Yesus, Mesias yang benar adalah dia yang siap untuk menderita, mengalami penolakan bahkan dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Lihatlah bahwa untuk Tuhan Yesus saja, ada waktu untuk hidup dan ada waktu untuk mati dan bangkit.

Sabda Tuhan memfokuskan perhatian kita pada waktu kehidupan yang indah dan kekal bagi Tuhan dan Ia sendiri menganugerahkannya kepada kita. Satu hal yang konkret adalah apakah kita memiliki quality time untuk diri kita dan keluarga? Apakah ada dampak quality time bagi pertumbuhan iman kita?

Doa: Tuhan, terima kasih atas waktu yang selalu Engkau limpahkan bagi kami. Amen

PJSDB

Food For Thought: Menuju Keabadian

25/09/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Menuju Keabadian

P. John SDBSt. Siprianus pernah mengatakan bahwa setiap orang yang lahir ke dunia ini, pada lehernya sudah diikat oleh tali kematian. Tali itu selalu menariknya menuju keabadian. Saya merasa bahwa perkataan orang kudus ini benar adanya. Kita mengawali hidup ini dengan sebuah kelahiran yang indah dan akan mengakhiri hidup ini dengan kematian yang indah pula. Tepatlah apa yang dikatakan Penulis kitab Pengkotbah: “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.” (Pkh 3:11). Kita semua akan mengalami keindahan ini dan akan menuju keabadian.

Penulis Kitab Pengkotbah hari ini mengarahkan pikiran kita untuk lebih berfokus lagi kepada Tuhan yang abadi Pkh 1: 2-11). Ia mengatakan: “Kesia-siaan, kesiasiaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia!” (Pkh 1:2). Segalanya boleh berubah tetapi Tuhan tetaplah satu, pencipta dan kekal. Diumpamakannya dengan keturunan yang satu dan keturunan yang lain datang tetapi bumi tetap ada. Matahari terbit dan terbenam, akan kembali terbit seperti biasa. Angin tetap bertiup seperti biasa dari awal dan akan kembali tempat semula. Sungai boleh mengalir ke laut tetapi laut tak pernah penuh, sungai pun akan mengalir kembali ke tempat semula. Tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari karena semua yang ada dan yang sudah dibuat akan dibuat lagi. Intinya adalah ada seorang Designer yaitu Tuhan sendiri yang memiliki kehendak untuk menciptakan dan mengatur segalanya.

Hari ini mata hati kita terbuka untuk melihat keagungan Tuhan melalui karya penciptaanNya. Semua yang diciptakan boleh bersifat sementara, fana tetapi sang penciptaNya adalah kekal adanya. Kita semua akan kembali kepadaNya pada saat yang indah. Mari kita senantiasa menyiapkan diri untuk kembali kepadaNya di saat yang indah nanti. Apakah anda sudah siap menuju keabadian?

P.John,SDB

Uomo di Dio: Errare Humanum Est

25/09/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Errare Humanum Est

P. John SDBKemarin saya menerima sebuah e-mail dari salah seorang sahabat lama saya di Italia. Ia menulis banyak hal tentang keluarganya dan satu hal yang menarik perhatian saya adalah ketika ia mengatakan tentang mendidik anak dalam keluarga dan kesetiaan dengan pasangan hidup. Ia mengungkapkannya dalam satu kalimat ini: “Errare humanum est” artinya melakukan sebuah kesalahan itu manusiawi. Saya membaca pesannya beberapa kali dan merenungkan bagaimana pergumulan seorang sahabat dalam hidupnya sebagai seorang bapa di dalam keluarganya.

Setiap orang pasti tidak akan luput dari melakukan kekeliruan dan kesalahan. Ini merupakan suatu hal yang alamiah di dalam hidup setiap hari, hal yang melekat dalam eksistensi setiap pribadi. Seharusnya manusia bersyukur karena bisa membuat suatu kesalahan, dengan demikian ia bisa berkembang dan menjadi matang di dalam hidupnya. Dengan membuat suatu kesalahan, ia bisa mengenal dirinya lebih dalam lagi, mengetahui kelebihan dan kekurangannya.

Seorang anak kecil belajar untuk menjadi manusia yang dewasa. Ketika masih bayi masih digendong, merangkak dan berdiri tegak dengan kedua kakinya. Ini melewati proses mencoba, gagal dan berhasil. Seorang bayi memulai hidupnya dengan belajar dari kesalahan-kesalahannya setiap hari. Ketika ia jatuh dan merasa sakit ia menangis, lama kelamaan ketika jatuh ia malah tertawa. Mungkin ia merasa lucu dengan dirinya yang selalu jatuh. Ketika memegang pisau, orang tuanya langsung merebut pisau dari tangannya, dekat dengan api cepat-cepat ia dipindahkan supaya jangan dekat dengan api. Coba anak itu dibiarkan memegang pisau dan mengalami luka pasti ia bisa mengerti manfaat pisau dan akan berhati-hati menggunakan pisau.

Seorang anak remaja hingga orang dewasa juga memiliki pengalaman membuat kekeliruan dan kesalahan tertentu. Anak-anak remaja kalau membuat suatu kesalahan akan melatih dirinya untuk berbohong. Ia berbohong karena merasa takut berbuat salah dan takut kepada orang tuanya. Semua pengalaman ketakutan untuk membuat suatu kesalahan akan membawanya hingga menjadi dewasa. Orang dewasa yang bekerja takut membuat suatu kesalahan di depan pimpinan dan rekan-rekannya. Ada pasutri yang takut berbuat salah di depan pasangannya. Semua pengalaman manusiawi ini menguasai hidup kita.

Banyak orang tua dan pembina orang muda merasa bahwa generasi muda saat ini terobsesi dari rasa takut untuk membuat suatu kesalahan. Banyak orang muda saat ini, karena takut berbuat salah maka ia tidak mau berusaha untuk mencari, berkreasi, pandai membuat strategi dan cara baru untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Kalau toh melakukan sesuatu, harapannya adalah dijauhkan dari segala kesalahan. Sikap takut membuat kesalahan dapat menghalangi seseorang untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Anak muda misalnya hanya akan dibungkus dengan selimut kemunafikan, asal membuat orang tua senang saja. Di masa depan kita juga hanya memiliki generasi yang munafik dan yang mendukung “ABS” alias asal bapak senang.

Setiap pria katolik juga memiliki pengalaman-pengalaman tertentu tentang ketakutan untuk membuat suatu kesalahan di dalam keluarga atau di tempat kerja masing-masing. Banyak orang berusaha menjadi perfeksionis tetapi tidak mencapainya, selalu ada kekurangan dalam menyelesaikan pekerjaan. Banyak pria katolik tidak berkembang dalam profesi dan kariernya karena takut membuat kekeliruan dan kesalahan di depan atasan. Ia juga takut atau gengsinya besar kalau sempat ditegur oleh rekan-rekannya atau atasannya. Banyak orang lupa bahwa lumrah dan manusiawi kalau bisa melakukan kesalahan.

Saya sendiri memiliki pengalaman dalam membina para calon imam dan bruder. Banyak di antara mereka takut untuk berbuat salah di depanku karena mereka takut karena bisa dikeluarkan dari seminari. Saya mengenal mereka sebagai manusia yang rapuh ketika berada di lapangan basket, dan lapangan bola. Di sana mereka menujukkan keaslian mereka sebagai pribadi yang bisa membuat kekeliruan, kesalahan, egois, cepat emosi dan lain sebagainya. Dengan mengamati perilaku mereka seperti ini maka saya memiliki modal untuk membentuk mereka sebagai pribadi yang manusiawi, berbudi luhur, baik hati dan lain sebagainya.

Tuhan Yesus, sang Maestro para pria katolik berkali-kali berkata: “Jangan takut!” (Yoh 6:20). Kata-kata Yesus ini meneguhkan hati banyak orang supaya jangan takut menghadapi hidup yang sebenarnya. Kita percaya bahwa Tuhan menyertai kita dan Ia sendiri akan melakukan yang terbaik bagi kita semua. Asal saja anda dan saya sungguh-sungguh percaya kepadaNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menjadi pribadi-pribadi yang tidak takut membuat kekeliruan dan kesalahan. Semoga kami belajar dari pengalaman-pengalaman ini untuk berkembang menjadi lebih baik lagi. Amen

PJSDB

Homili 25 September 2014

25/09/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Kamis, Pekan Biasa XXV
Pkh 1:2-11
Mzm 90: 3-4.5-6.12-13.14.17
Luk 9:7-9

Herodes Antipas memang galau!

Fr. JohnPenulis Yudaisme kuno Giuseppe Flavio, pernah mengisahkan tentang kehidupan Yohanes Pembaptis, khususnya ketika Herodes Antipas memenjarakan dan membunuhnnya di Macheronte pada saat ulang tahunnya. Herodes Antipas bertugas di Galilea dan Perea. Ia rela bercerai dengan Phasaelis, putri raja Aretas IV dari Nabatea demi merebut Herodias yang saat itu adalah istri Filipus. Herodias adalah putri pasangan Aristobulos dan Berenice. Orang tua Aristobulos bernama Herodes Agung dan Mariam. Suami Herodias adalah Herodes Filipus I. Ia anak Herodes Agung dari istri ketiganya bernama Mariam II. Ia menjadi saudara sepupuh dari Herodes Antipas yang berdiam di Roma. Herodes Antipas ingin membunuh Yohanes Pembaptis tetapi ia takut akan orang banyak yang memandang Yohanes sebagai nabi. (Mat 14: 5).

Kematian Yohanes Pembaptis bukan berarti akhir segalanya, karena “tunas” yang muncul itu lebih besar dari pada Yohanes. Yohanes sendiri mengakuinya itu ketika ia berkata: “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasutNya pun aku tidak layak.” (Mrk 1:7). Yohanes juga bersaksi tentang Yesus dengan berkata: “Ia harus semakin besar, tetapi aku harus semakin kecil.” (Yoh 3:30). tepat sekali perkataan Yohanes ini, karena setelah Yohanes dibunuh, Yesus pun tampil untuk menghadirkan Kerajaan Allah dengan penuh kuasa dan wibawa. Ia mengajar dan menyembuhkan banyak orang yang sakit. Semua orang di Galilea lebih mengenal Yesus orang Nazaret daripada Herodes Antipas yang memimpin daerah Galilea itu.

Herodes semakin galau bukan karena Yohanes yang sudah dipenggal kepalanya. Ia justru galau (perasaan kurang nyaman, gelisah dan bingung) ketika menyaksikan banyak orang sakit menjadi sembuh, banyak setan dan roh jahat takluk ditangan Yesus. Petrus sendiri mewakili para murid berkata: “Semua orang mencari Yesus!” (Mrk 1:37). Nah, kecemasannya menjadi-jadi karena ada orang yang berkata bahwa Yohanes Pembaptis telah bangkit dari antara orang mati. Ada yang mengira bahwa Elia muncul kembali. Ada yang mengatakan seorang nabi zaman dahulu telah bangkit kembali. Saking penasarannya ia berkata: “Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapakah gerangan Dia ini yang khabarnya melakukan hal-hal besar itu?” Dengan bertanya seperti ini, ia lalu berniat untuk bertemu dengan Yesus secara pribadi.

Herodes merasa galau karena semua perbuatan dosa yang dilakukannya secara pribadi maupun bersama istrinya Herodias, dan terutama lagi membunuh Yohanes Pembaptis. Sayang sekali karena kita tidak mendapat gambaran pertobatan atau sekurang-kurangnya penyesalan Herodes Antipas. Gambaran diri Herodes mewakili gambaran banyak orang yang menyukai hidup dalam dosa. Orang berdosa suka mengklaim dirinya tidak memiliki satu dosa apa pun. Mereka merasa baik-baik saja, bebas dari dosa.

Meskipun galau tetapi Herodes juga masih memiliki rasa ingin berjumpa dengan Yesus. Ia memang tidak mengenal Yesus dari Nazaret secara pribadi. Hanya saja karena Yesus sangat terkenal maka ia ingin berjumpa denganNya. Herodes mungkin memiliki maksud-maksud tertentu, mungkin maksud baik atau maksud jahat terhadap Yesus. Ia merasa ada saingannya. Lebih dari itu Herodes memberi nilai positif kepada banyak orang yang tidak mengenal Yesus atau sudah mengenalNya supaya bisa bertemu, berbicara dan mengenalnya lebih dalam. Lihatlah nilai positif ini: orang kafir dan pendosa saja masih mau menyisihkan waktu untuk mencari, menemukan serta melayani Yesus. Sebaiknya kita malu kalau mengakui diri sebagai pengikut Kristus tetapi malas berdoa dan baca Kitab Suci.

Herodes Antipas memang galau tetapi ia memiliki hasrat yang tinggi untuk mau bertemu muka dengan Yesus. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga mau bertemu dengan Yesus? Bacaan pertama dari kitab Pengkhotbah membantu kita untuk berfokus pada Tuhan dan berusaha untuk menghindari kelekatan pada harta duniawi karena semuanya adalah sia-sia. Penulis Kitab ini menulis: “Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia!” (Pkh 1:2).

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk keluar dari kegalauan iman. Amen

PJSDB

« Previous Page
Next Page »

Tentang Saya

Saya seorang hamba Tuhan yang melayaniNya siang dan malam, anggota Serikat Salesian Don Bosco yang bergabung sejak tahun 1989. Kini saya dipanggil Pater John dan melayani di Jakarta

Artikel Terbaru

  • Food For Thought: Cinta kasih yang besar 14/02/2019
  • Homili 14 Februari 2019 14/02/2019
  • Food For Thought: Emang Kamu Kenal Dia 11/02/2019
  • Homili 11 Februari 2018 – Hari Orang Sakit Sedunia 11/02/2019
  • Homili Hari Minggu Biasa ke-V/C – 2019 10/02/2019

Situs Lainnya

  • Salesian Don Bosco
  • Vatican
  • Renungan Audio – Daily Fresh Juice
  • Renungan Pria Katolik

Arsip

  • February 2019 (11)
  • January 2019 (34)
  • December 2018 (32)
  • November 2018 (40)
  • October 2018 (26)
  • September 2018 (22)
  • August 2018 (41)
  • July 2018 (28)
  • June 2018 (17)
  • May 2018 (13)
  • April 2018 (17)
  • March 2018 (14)
  • February 2018 (8)
  • January 2018 (17)
  • December 2017 (23)
  • November 2017 (31)
  • October 2017 (29)
  • September 2017 (38)
  • August 2017 (28)
  • July 2017 (18)
  • June 2017 (24)
  • May 2017 (33)
  • April 2017 (18)
  • March 2017 (40)
  • February 2017 (23)
  • January 2017 (22)
  • December 2016 (23)
  • November 2016 (31)
  • October 2016 (24)
  • September 2016 (36)
  • August 2016 (36)
  • July 2016 (32)
  • June 2016 (27)
  • May 2016 (42)
  • April 2016 (25)
  • March 2016 (41)
  • February 2016 (45)
  • January 2016 (31)
  • December 2015 (26)
  • November 2015 (24)
  • October 2015 (60)
  • September 2015 (44)
  • August 2015 (49)
  • July 2015 (56)
  • June 2015 (56)
  • May 2015 (57)
  • April 2015 (46)
  • March 2015 (52)
  • February 2015 (51)
  • January 2015 (58)
  • December 2014 (46)
  • November 2014 (43)
  • October 2014 (49)
  • September 2014 (46)
  • August 2014 (42)
  • July 2014 (39)
  • June 2014 (39)
  • May 2014 (38)
  • April 2014 (44)
  • March 2014 (41)
  • February 2014 (46)
  • January 2014 (55)
  • December 2013 (43)
  • November 2013 (42)
  • October 2013 (46)
  • September 2013 (31)
  • August 2013 (33)
  • July 2013 (32)
  • June 2013 (36)
  • May 2013 (33)
  • April 2013 (34)
  • March 2013 (40)
  • February 2013 (33)
  • January 2013 (33)
  • December 2012 (36)
  • November 2012 (33)
  • October 2012 (50)
  • September 2012 (40)
  • August 2012 (41)
  • July 2012 (35)
  • June 2012 (30)
  • May 2012 (33)
  • April 2012 (36)
  • March 2012 (47)
  • February 2012 (42)
  • January 2012 (38)
  • December 2011 (35)
  • November 2011 (31)
  • October 2011 (2)

Bulan

  • February 2019
  • January 2019
  • December 2018
  • November 2018
  • October 2018
  • September 2018
  • August 2018
  • July 2018
  • June 2018
  • May 2018
  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • July 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • February 2015
  • January 2015
  • December 2014
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • August 2014
  • July 2014
  • June 2014
  • May 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • September 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • May 2013
  • April 2013
  • March 2013
  • February 2013
  • January 2013
  • December 2012
  • November 2012
  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • April 2012
  • March 2012
  • February 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011
  • October 2011

Copyright © 2019 · Beautiful Pro Theme on Genesis Framework · WordPress · Log in